Kamis, 04 November 2010

PHPU Minahasa Selatan: Termohon dan Pihak Terkait Bantah Praktik Suap

Hakim Konstitusi Achmad Sodiki sebagai Ketua Panel, Ahmad Fadlil Sumadi dan Harjono masing-masing sebagai Anggota Panel memeriksa Perselisihan Hasil Pemilukada Kab. Minahasa Selatan Putaran Kedua, Jakarta (4/11).
Jakarta, MKOnline - Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Minahasa Selatan (Minsel) Provinsi Sulawesi Utara Putaran Kedua, kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/11). Sidang dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon, keterangan Pihak Terkait, dan Pembuktian ini dilakukan oleh Panel Hakim, Achmad Sodiki sebagai Ketua Panel, Ahmad Fadlil Sumadi dan Harjono masing-masing sebagai Anggota Panel.

Pemohon perkara 194/PHPU.D-VIII/2010 ini adalah pasangan Asiano Gamy Kawatu dan Felly Estelita Runtuwene (AGK-FER). Pemohon keberatan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Minsel Tahun 2010 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Putaran Kedua Kab. Minsel tanggal 19 Oktober 2010.Pemohon mendalilkan terjadinya kasus suap yang dilakukan oleh pasangan Christiany Eugenia Paruntu-Sonny Tandayu (PanTas) terhadap Ketua KPU Kab. Minahasa Selatan. PanTas juga menyuap para kepala desa dan lurah, dan tindakan money politics lainnya, serta pelibatan PNS dalam pemenangan pasangan PanTas.

Termohon KPU Kab. Minsel, melalui kuasanya, Dance Kaligis membantah dalil Pemohon mengenai keterlibatan lurah untuk memenangkan pasangan PanTas. Dance membantah dan menyatakan hal itu adalah tidak benar. Dance juga membantah dalil Pemohon mengenai penggelembungan suara di Kelurahan Bitung. "Sebab DPT yang dipergunakan dalam Pemilukada putaran kedua tanggal 14 Oktober 2010 tidak mengalami perubahan dari DPT Pemilukada Bupati Wakil Bupati putaran pertama," katanya. Dalam petitumnya, Termohon melalui kuasanya, Dance Kaligis, meminta Mahkamah menolak permohonan Pemohon.

Sementara itu, Pihak Terkait pasangan Christiany Eugenia Paruntu-Sonny Tandayu (PanTas), melalui kuasanya, Victor Nadapdap, menyatakan eksepsi permohonan Pemohon tidak jelas dan kabur. "Karena tidak ada satu pun dalil-dalil Pemohon yang menyatakan tentang perselisihan suara," kata Victor menanggapi eksepsi permohonan. Menurut Victor, pelaksanaan Pemilukada Minsel putaran kedua berjalan dengan baik dan tidak ada keberatan dari saksi-saksi TPS-TPS. Sedangkan mengenai saksi Pemohon yang tidak menandatangi hasil rekapitulasi di tingkat PPK, kata Victor, karena adanya instruksi dari tim sukses Pemohon. "Ternyata tim sukses Pemohon sudah menginstruksikan kepada saksi-saksinya untuk tidak menandatangani rekapitulasi di tingkat kecamatan," lanjutnya.

Menanggapi dalil Pemohon mengenai tidak berfungsinya pengawasan oleh Panwaslukada sehingga memberikan kebebasan bagi pasangan PanTas untuk melakukan politik uang di berbagai tempat, Victor membantah dan menyatakan dalil tersebut adalah fitnah belaka. "Dalil yang tidak benar dan harus ditolak, serta merupakan fitnah," bantah Victor. Selanjutnya, Victor "menantang" Pemohon untuk membuktikan kebenaran dalil praktik politik uang yang dituduhkan kepada kliennya. "Siapa yang memberi uang, di mana, kepada siapa," "tantang" Victor.

Sedangkan dalil Pemohon mengenai suap yang dilakukan Pihak Terkait pasangan Pantas kepada Ketua KPU Minsel, menurut Victor merupakan dalil yang beraroma fitnah dan memiliki implikasi hukum tersendiri. Sebab Ketua KPU Kab. Minsel adalah pejabat negara. "Penyuapan terhadap pejabat negara adalah tindak pidana korupsi dan diancam hukuman berat," tegasnya.

Lebih lanjut Victor menuntut Pemohon membuktikan dalil suap terhadap Ketua KPU Kab. Minsel. "Jika tidak terbukti, Pihak Terkait akan melaporkan kepada Kepolisian sebagai tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik," tuntut Victor. (Nur Rosihin Ana/mh)

Senin, 18 Oktober 2010

Berkas Rekap Hasil Suara Pemilukada Kab. Fakfak Disita Polisi

Kapolres Fakfak AKBP F.S. Napitupulu, memberikan kesaksian dalam sengketa Pemilukada Kab. Fakfak Prov. Papua Barat di depan majelis Hakim Konstitusi, Senin (18/10)
Jakarta, MKOnline – Penyitaan berkas rekapitulasi hasil suara Pemilukada yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dilakukan atas dasar rekomendasi dari Panwaslukada Kab. Fakfak yang mengindikasi terjadinya tindak pidana Pemilukada. "Kami mendapat rekomendasi dari Panwas bahwa telah terjadi tindak pidana pilkada."


Demikian keterangan saksi F.S. Napitupulu, Kapolres Fakfak, menjawab pertanyaan Ketua Panel Hakim M. Mahfud MD tentang penyitaan dokumen rekapitulasi hasil suara Pemilukada Kab. Fakfak.


Sidang perkara nomor 187/PHPU.D-VIII/2010 mengenai sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Fakfak Prov. Papua Barat ini digelar pada Senin (18/10) sore bertempat di ruang pleno lt. 2 gedung MK. Sidang dihadiri Pemohon pasangan Said Hindom-Ali Baham Temongmere didampingi Kuasanya, Sirra Prayuna dkk. Kemudian Termohon Prinsipal Ketua dan Anggota KPU Fakfak serta kuasanya, Bambang Widjojanto dkk. Hadir pula kuasa Pihak Terkait, Samsul Huda dkk.


Lebih lanjut, dalam sidang dengan agenda pembuktian ini, F.S. Napitupulu yang baru empat bulan menjabat Kapolres Fakfak, dalam kesaksiannya membantah adanya penahanan terhadap Ketua dan tiga anggota KPU Kab. Fakfak. "Kami dari Polres Fakfak tidak pernah menahan Ketua KPUD mapun anggotanya," kata Napitupulu.


Lebih lanjut Mahfud MD menanyakan landasan hukum yang memberikan kewenangan Polisi untuk melakukan penyitaan dokumen milik KPU. "Tindak pidananya apa, kok sampe menyita barang?" tanya Mahfud. "Penggelembungan suara, Pak," jawab Napitupulu. Penyitaan itu, lanjut Napitupulu, dilakukan dalam rangka proses penyelidikan dan penyidikan. 


Mendapat kesempatan untuk mendalami keterangan saksi, kuasa Termohon KPU Fakfak, Bambang Widjojanto membacakan surat rekomendasi yang tertuang dalam bukti P-13 yang berbunyi, "Kepada Ketua KPUD Fakfak. Sehubungan telah terjadinya penggelembungan dan pengurangan perolehan suara pada Pleno Rekapitulasi perolehan suara KPUD Kab. Fakfak, maka direkomendasikan kepada KPUd untuk segera melakukan perhitungan ulang khusus."


"Mana rekomendasi yang menyatakan bahwa Kepolisian harus melakukan tindakan?" tanya Bambang.


Menjawab pertanyaan Bambang, Kapolres Fakfak membacakan rekomendasi Panwaslukada yang isinya berbeda dengan rekomendasi yang dibacakan Bambang. Hal ini mengundang pertanyaan Bambang. "Apakah itu diberikannya sebelum Anda berangkat (ke MK) atau tanggal 1 (Oktober 2010)?" selidik Bambang.


Serta-merta, kuasa Pemohon, Sirra Prayuna, mengajukan keberatan atas pertanyaan Bambang. Namun keberatan ditolak Mahfud MD, karena akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan keberatan dalam kesimpulan di akhir persidangan.


Hakim Konstitusi M. Arsyad Sanusi menilai berita acara penyitaan dokumen hasil rekapitulasi yang hanya terpaut sekitar dua sampai tiga jam setelah rapat pleno KPU berakhir, merupakan tindakan sangat cepat. Sementara di sisi lain, kata Arsyad, dibutuhkan waktu untuk pendalaman misalnya melakukan penyelidikan dengan meminta keterangan KPU dan Panwas. 


Sementara itu, Saksi Welem Lumy, Kapolsek Distrik Fakfak, mengaku mencatat hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Distrik (PPD) Fakfak. Pasangan Mohammad Uswanas-Donatus Nimbitikendik  5.006 suara. Yoel Rohrohmana-Amin Ngabalin 1.222 suara. Hamid Kuman-James Nahuway 4.120 suara. Abdul Latif Suaery-La Japa La Unga 763 suara. Said Hindom-Ali Baham Temongmere 6.613 suara. Total perolehan suara sah di distrik Fakfak 17.632 suara.


Selanjutnya, Saksi Deny Arikalang, Kanit Gakkumdu Sat. Reskrim Polres Fakfak, dalam keterangannya menyatakan, saat pembacaan hasil rekapitulasi untuk distrik Fakfak pada rapat Pleno, Jum'at, 1 Oktober 2010, saksi pasangan no. urut 5, Zainuddin R. Fenetiruma protes karena adanya selisih perolehan sebanyak suara. "Namun pihak KPUD tidak mengindahkan, dan tetap melakukan penetapan," terang Deny.


"Berapa banyak, Pak, selisihnya?" tanya Ketua Panel Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD. "Selisih kurang lebih seribu (suara)," jawab Deny.


Setelah itu, lanjut Deny, pihaknya melakukan upaya hukum dengan melakukan penyelidikan kepada Ketua Panwaslu, La Hardi, Ketua dan anggota KPU Fakfak, Markus Krispul, Saskia Madu, Zainudin S. Hakim, Laode Ruslan, Paskalis Letsoin. Hasil penyelidikan, salah satu anggota KPU tidak mengakui penetapan KPU Fakfak. "Laode Ruslan sama sekali tidak mengakui penetapan tersebut itu sah," papar Deny.


"Penyelidikan terhadap kasus Pemilu itu kewenangan Polres atau kewenangan Panwas?" tanya Bambang Widjojanto. "Memang kewenangan Panwaslu," jawab Deny.


Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi, menanyakan kepada Deny mengenai tanggal penyitaan dokumen. "Penyitaan itu berlangsung kapan?" tanya Arsyad. "Tanggal 1 (Oktober 2010)," jawab Deny singkat. Penyitaan, lanjut Deny, dilakukan sekitar jam 18.00. 


"Kapan keluar ijin penyitaan dari pengadilan?" tanya Arsyad lagi. "Kami membuat permintaan ijin tanggal 2 (Oktober)," jawab Deny.


"Berarti, penyitaan dulu, baru ijin," tanya Arsyad. Hal ini, kata Arsyad, sangat bertentangan dengan KUHAP. 


Terkait pemeriksaan terhadap Ketua dan anggota KPU Fakfak, Bambang kembali mengorek keterangan  saksi. "Apakah ketika diperiksa, orang-orang ini (Ketua dan Anggota KPU Kab. Fakfak) diberikan surat pemberitahuan, dia dipanggil dalam kapasitas apa?" tanya Bambang. "Yang jelas tidak ada surat panggilan," jawab Deny tegas.


Selanjutnya Bambang menanyakan ihwal "pengamanan" terhadap Ketua KPU Kab. Fakfak dan tiga anggotanya tanpa adanya surat penangkapan dan penahanan. "Berapa lama empat orang ini ada di Polres, yang menurut istilah, diamankan?," tanya Bambang lagi. "Empat hari," jawab Deny. 


Mendapat kesempatan memberikan keterangan, saksi La Hardi, Ketua Panwaslukada Kab. Fakfak, mengatakan, saat Ketua KPU Fakfak membacakan hasil rekapitulasi perolehan suara untuk Distrik Fakfak, perolehan masing-masing calon tidak sesuai dengan hasil rekapitulasi yang diterimanya dari PPD Fakfak.


Menjawab pertanyaan Ketua Panel Hakim Moh. Mahfud MD tentang terjadinya ketidaksesuaian perolehan suara, La Hardi menyatakan perubahan itu terjadi saat rekapitulasi di tingkat Kab. Fakfak. "Terjadi pada saat rekapitulasi perolehan suara di tingkat kabupaten," jawab La Hardi.  


Sesuai dengan temuan Panwaslu, kata La Hardi, hasil rekapitulasi perolehan suara di Distrik Fakfak, pasangan calon no. urut 1 memperoleh 5.006 suara. Saat pembacaan hasil rekap untuk Distrik Fakfak, terdapat keberatan dari saksi pasangan no. urut 5 karena adanya perbedaan data yang dimiliki KPU Fakfak dengan data saksi dan Panwaslukada. 


"Indikasi itu muncul karena ada perbedaan data, tapi Saudara tidak melihat bagaimana terjadinya penggelembungan itu," telisik Mahfud. "Ya," jawab La Hardi singkat. (Nur Rosihin Ana)
 
Sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=4671

Kamis, 14 Oktober 2010

Pasangan Sahabat Tuding KPU Kab. Fakfak Lakukan Penggelembungan Suara di Distrik Fakfak

Ketua KPU Fakfak, Markus Krispul (kiri) dan Bambang Widjojanto (kanan) kuasa dari Termohon membantah dalil Pemohon pada persidangan sengketa Pemilukada Kab. Fakfak Prov. Papua Barat dalam persidangan, Kamis (14/10).
Jakarta, MKOnline – Pasangan Said Hindom-Ali Baham Temongmere (Sahabat) menuding Termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Fakfak melakukan penggelembungan suara di distrik Fakfak untuk pasangan no. urut 1 Mohammad Uswanas-Donatus Nimbitikendik (Odo).
Demikian klaim Pemohon yang disampaikan kuasanya, Sirra Prayuna, dalam sidang sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Fakfak Prov. Papua Barat, Kamis (14/10) siang.
Sidang panel pemeriksaan pendahuluan untuk perkara nomor 187/PHPU.D-VIII/2010 ini dilakukan oleh Panel Hakim yang terdiri Moh. Mahfud MD sebagai Ketua Panel, Achmad Sodiki, dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai anggota panel. Sidang dihadiri Termohon Prinsipal Ketua KPU Fakfak, Markus Krispul beserta anggota dan kuasanya, Bambang Widjojanto dkk. Hadir pula kuasa Pihak Terkait, Samsul Huda dkk.
Melalui kuasanya, Sahabat mengklaim perolehan suara terbanyak di distrik Fakfak yaitu 6.613 suara. Selanjutnya, pasangan nomor urut 1 Mohammad Uswanas-Donatus Nimbitikendik (Odo) 5.006 suara. Pasangan nomor urut 3 Hamid Kuman-James Nahuway (Haji) 4.128 suara. Pasangan nomor urut 2 Yoel Rohrohmana-Amin Ngabalin (Yonma) 1.222 suara. Sedangkan pasangan nomor urut 4 Abdul Latif Suaery dan La Japa La Unga (Alala) 763 suara.
Pemohon menuding hasil rekapitulasi yang dibacakan Termohon bukan berdasarkan hasil rekapitulasi di tingkat Panitia Pemilihan Distrik (PPD). "Dalam proses rekapitulasi penghitungan suara tanggal 1 Oktober 2010 bertempat di Aula Polres Fakfak, telah terjadi satu upaya yang sistematis yang dilakukan pihak Termohon, yaitu membacakan rekapitulasi yang bukan berdasarkan hasil rekapitulasi di PPD Fakfak," papar kuasa Pemohon, Sirra Prayuna.
Saat pembacaan rekapitulasi tersebut, lanjut Sirra, terjadi penggelembungan suara di distrik Fakfak untuk untuk pasangan no. urut 1 menjadi 10.654 suara. "Tadinya suara pasangan nomor urut 1 di distrik Fakfak 5.006, menjadi 10.654," tegas Sirra.
Dalam petitumnya, Pemohon antara lain meminta Mahkamah menerima dan mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Meminta penetapan perolehan suara Pemohon khususnya di distrik Fakfak sebanyak 6.613 suara.
Kemudian meminta Mahkamah menetapkan perolehan suara yang benar dalam Pemilukada Kab. Fakfak 2010, yaitu, Pasangan Odo 9.096 suara, Yonma 3.490 suara, Haji 8.500 suara, Alala 1.776 suara, dan pasangan Sahabat 13.142 suara. 
Selanjutnya, meminta Mahkamah menyatakan dan menetapkan pasangan Said Hindom-Ali Baham Temongmere sebagai pasangan calon terpilih dalam Pemilukada Fakfak 2010.
Dalam jawabannya, Termohon melalui kuasanya mensinyalir adanya indikasi konspirasi pasca rapat pleno rekapitulasi hasil pemungutan suara. Konspirasi dilakukan oleh oknum Polres Fakfak berupa ancaman hingga merampas kemerdekaan Ketua KPU Fakfak dan tiga anggota KPU Fakfak lainnya selama empat hari. "Empat hari diamankan tanpa ada surat perintah penahanan," kata kuasa Termohon, Bambang Widjojanto.
Berkaitan dengan itu, lanjut Bambang, dilakukan penyitaan terhadap seluruh dokumen asli yang berkaitan dengan hasil pemungutan suara di distrik Fakfak.
Termohon justru balik menuding bahwa dalil-dalil yang diusung Pemohon  telah dipalsukan. "Ada bukti-bukti palsu dan dipalsukan yang dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan ini," bantah kuasa Termohon, Bambang Widjojanto. (Nur Rosihin Ana)

Sumber:

Selasa, 05 Oktober 2010

KPU Nyatakan Pemilukada Waropen Ilegal

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan Umum Kepala Daerah Nasional I Gusti Putu Artha, Selasa (5/10) siang di ruang sidang panel MK.
Jakarta, MKOnline - Sejak SK (Surat Keputusan) KPU Provinsi Papua tentang pemberhentian diterbitkan, saudari Melina KK Wanatore (Ketua KPU Waropen lama) dkk tidak memiliki legalitas untuk bertindak atas nama KPU Waropen. Itu berarti, seluruh langkah-langkah dan tindakan yang dilakukan sejak tanggal 21 Agustus 2010 kami nyatakan ilegal. 


Demikian diutarakan oleh Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan Umum Kepala Daerah Nasional I Gusti Putu Artha, Selasa (5/10) siang di ruang sidang panel MK. 


Dan, tidak hanya itu, ia pun menambahkan, SK tersebut berkonsekuensi kepada pemungutan dan penghitungan suara yang telah diselenggarakan pada tanggal 25 Agustus 2010 yang lalu. “Pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi yang telah dilakukan adalah tidak sah dimata hukum,” tegasnya. 


Menurut Putu, KPU Waropen di bawah kepemimpinan Melina telah melanggar beberapa ketentuan penyelenggaraan Pemilukada, khususnya: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Pasal 2 Huruf a, b, c, d, e, f, g, h dan i; Pasal 3 Ayat (3), Pasal 5 Ayat (1); serta Peraturan KPU Nomor 31 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.


Hal itu, lanjut Putu, berdasarkan kepada hasil supervisi yang telah dilakukan oleh pihaknya. Yang kemudian, dikuatkan dengan adanya surat dari Dewan Kehormatan yang berisi dua point rekomendasi kepada KPU Provinsi, yakni pertama, untuk memberikan sanksi peringatan keras secara tertulis kepada KPU Waropen dan kedua, memberhentikan anggota KPU Waropen. 


Terhadap hal tersebut, Ketua KPU Provinsi Papua Benny Sweny membenarkannya. Menurut Benny, sebelum ada rekomendasi tersebut pihaknya telah memberikan teguran secara tertulis kepada KPU Waropen melalui surat bernomor 211 dan 212 tertanggal 31 Juli 2010, namun tidak diindahkan. Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya langsung menerbitkan SK KPU Papua Nomor 60 Tahun 2010 yang berisikan pemberhentian seluruh pengurus KPU Waropen (yang diketuai Melina KK Wanatore) dan kemudian menggantinya dengan kepemimpinan yang baru (sebagai Pengurus Pergantian Antar Waktu/PAW) dengan Ketua KPU Kristison Mbaubaderi.


Akhirnya, Putu pun meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan, permohonan para Pemohon tidak tepat untuk diajukan kepada Mahkamah Konstitusi karena sebenarnya Pemilukada di Kabupaten Waropen belum pernah ada. “Objek permohonan tidak memenuhi syarat,” ungkapnya.  


Namun, pernyataan tersebut dibantah langsung oleh Melina KK Wanatore, yang juga hadir saat sidang berlangsung. Menurutnya, KPU Pusat dan KPU Provinsi tidak mengetahui permasalahan yang sebenarnya. “Apa yang dikatakan oleh KPU Pusat adalah tidak benar. Kami yang melakukan verivikasi. Kami yang tahu dilapangan. Kami yang tahu persis permasalahan ini,” ketusnya. Pernyataan ini berkaitan dengan keterangan Putu yang mengungkapkan bahwa pertimbangan yang diambil oleh Melina dkk. terkait pencalonan kandidat Ones J Ramandey-Zet Tanati adalah tidak benar dan tepat.


Selain itu, Melina melanjutkan, setiap konsultasi dengan Pihak KPU Pusat, dirinya tidak pernah diminta untuk menghentikan tahapan Pemilukada yang sedang berlangsung. “Setiap akhir konsultasi, kami selalu diminta meneruskan tahapan pemilihan,” tuturnya. “Dalam melanjutkan pun kami sebenarnya merasa tidak  nyaman,” jawabnya ketika ditanya oleh Panel Hakim kenapa pihaknya masih saja melaksanakan tahapan Pemilukada padahal masih ada masalah internal yang dihadapi oleh KPU Waropen saat itu.


Pemohon Bingung
Dengan adanya persoalan tersebut, menurut Pemohon, telah merugikan dirinya sebagai pasangan calon dan juga para pendukungnya. “Sebagai kandidat kami dibingungkan dan diresahkan. Kami ini mau dibawa kemana, digiring kemana?“ tanya Pemohon Prinsipal Dorus Wolkum mengungkapkan kekecewaannya.


Sedangkan Pemohon lainnya, pasangan Nehemia Rumayomi-Oktofianus Edwar Tebai menyatakan melalui Kuasanya, bahwa mereka tetap dengan permohonannya. “Kami konsisten dengan permohonan yang kami ajukan,” katanya.  


Adapun Pihak Terkait, melalui Kuasanya menyatakan, persoalan ini hanyalah persoalan internal KPU dan meminta kepada Mahkamah untuk mempertimbangkan hak dasar rakyat yang telah memberikan suaranya dalam Pemilukada pada Tangal 25 Agustus yang lalu. “Itu adalah constitutional rights warga negara,” imbuhnya. 


Akhirnya, sidang pun ditutup oleh Ketua Panel Hakim M. Arsyad Sanusi dengan berpesan untuk menyerahkan bukti selengkap-lengkapnya agar dapat meyakinkan hakim dalam melakukan pembuktian dan memberikan putusan. “Masalah ini akan kami bahas di pleno hakim dan akan dipertimbangkan dalam putusan nanti,” ungkapnya. Sidang selanjutnya adalah pembuktian para saksi dari para pihak, yang akan digelar Kamis (7/10) pukul 09.30 WIB. (Dodi/mh) 


Sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=4601

Selasa, 28 September 2010

MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di 17 Kelurahan Kota Tanjung Balai

Pemohon berpelukan setelah permohonannya dikabulkan sebagian oleh Majelis Hakim Konstitusi untuk Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Kepala Daerah Kota Binjai 2010.
Jakarta, MKOnline - Putusan Sela akhirnya dijatuhkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Kepala Daerah Kota Binjai 2010 - Perkara No. 166/PHPU. D-VIII/2010 – pada Selasa (28/9) siang di ruang Sidang Pleno MK. Hal ini berarti, terjadi Pemilukada ulang untuk sejumlah daerah di Kota Tanjung Balai.

“Mahkamah berkesimpulan, Pokok Permohonan Pemohon beralasan hukum untuk sebagian. Dalam Amar Putusan, memerintahkan KPU Kota Tanjungbalai untuk melakukan pemungutan suara ulang dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Tanjungbalai Tahun 2010,” demikian dibacakan oleh Mahfud MD sebagai Ketua Majelis Hakim didampingi para hakim konstitusi lainnya. 

Terhadap dalil Pemohon mengenai politik uang dalam Pemilukada Kota Tanjungbalai 2010, walaupun Pemohon tak dapat membuktikan secara pasti 2.509 orang terlibat dalam Tim Arteri Center, Mahkamah menilai terdapat perencanaan matang, sistematis, dan terstruktur yang dilakukan oleh mereka yang tergabung dalam Arteri Center yang berada langsung di bawah koordinasi Calon Walikota Nomor Urut 6. 

Bantahan Termohon soal ketidaktahuan terhadap Tim Arteri Center karena tak terdaftar di KPU Kota Tanjungbalai secara resmi menjadi tak relevan. Berdasarkan pengakuan para Koordinator Tim Arteri Center bahwa dari tingkat Kota hingga 100 TPS, Tim Arteri Center memang tak dibentuk menggunakan Surat Keputusan serta tak didaftarkan secara resmi kepada KPU dan berada di bawah koordinasi langsung dengan Calon Walikota dari Pasangan Calon Nomor Urut 6. Maka, tim tersebut seringkali diumpamakan sebagai “Tim Bayangan”. 

Berdasarkan persandingan bukti-bukti surat antara Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait,  serta proses pembuktian silang dari keterangan-keterangan para saksi di persidangan, Mahkamah menilai dalil Pemohon telah terjadi praktik politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif oleh Pasangan Calon Nomor Urut 6 dalam Pemilukada Kota Tanjungbalai melalui Tim Arteri Center adalah terbukti menurut hukum.

Selain itu, keterangan Saksi Bagus Joko Triono selaku Konsultan Pemenangan bagi Pasangan Calon Nomor Urut 6 in casu Pihak Terkait yang mengetahui secara detil bagaimana struktur, strategi, dan langkah-langkah pemenangan Pihak Terkait secara terbuka, justru telah menjabarkan praktik politik uang yang dilakukan oleh Pihak Terkait dengan cara membagi-bagikan uang kepada lebih dari 7.000 pemilih Pasangan Calon Nomor Urut 6 yang berasal dari 17 kelurahan.  

Mahkamah menilai, praktik politik uang yang terjadi pada Pemilukada Tanjungbalai telah merusak sendi-sendi demokrasi dan penyelenggaraan pemilukada yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sekalipun lebih dari 7.000 pemilih telah menerima uang dari Pihak Terkait a quo, namun tidak serta merta dapat dipandang seluruhnya memilih Pasangan Calon Nomor Urut 6. 

Mahkamah berpendapat, tetap terdapat potensi adanya perolehan suara yang dimiliki oleh Pasangan Calon Nomor Urut 6. Fakta hukum di persidangan menunjukkan perolehan suara Pihak Terkait menurut Termohon adalah 13.047 suara atau 21,52% dari total keseluruhan suara sah 60.615 suara. Oleh sebab itu, Mahkamah tidak dapat serta merta memindahkan sekitar 7.000 suara pemilih tersebut kepada pasangan calon lain. Mahkamah juga tidak dapat mendiskualifikasi Pihak Terkait, sehingga cukup alasan bagi Mahkamah untuk memerintahkan dilakukan pemungutan suara ulang. 

Oleh sebab itu, Mahkamah memerintahkan KPU Kota Tanjungbalai untuk melakukan pemungutan suara ulang di  di 17  kelurahan, yaitu Kelurahan Perwira, Kelurahan Selat Lancang,  Kelurahan Pahang, Kelurahan Keramat Kubah,  Kelurahan Sungai Merbau, Kelurahan Beting Kuala Kapias, Kelurahan Kapias Pulau Buaya, Kelurahan Pulau Simardan, Kelurahan Pematang Pasir, Kelurahan Tanjung Balai 3,  Kelurahan Sirantau, Kelurahan Pantai Burung, Kelurahan Sijambi, Kelurahan Sumber Sari, Kelurahan Pasar Baru,  Kelurahan Sei Raja, dan Kelurahan Muara Santosa.(Nano Tresna A./mh) 

Sumber:

Rabu, 30 Juni 2010

MK Perintahkan Coblos Ulang dan Hitung Ulang di Surabaya

Kuasa Hukum Pihak Pemohon Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Surabaya bersalaman dengan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein seusai menerima berkas putusan di ruang sidang Pleno MK, Rabu (23/06).
Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan sela terhadap permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Surabaya 2010, perkara No. 31/PHPU.D-VIII/2010 pada Rabu (30/6) di ruang Sidang Pleno MK. Putusan sela MK ini memerintahkan KPU Surabaya untuk melakukan pemungutan suara ulang di Kec. Bulak, Kec. Semampir, Kec. Krembangan, Kec. Rungkut, Kec. Sukolilo, Kel. Putat Jaya di Kec. Sawahan dan Kel. Wiyung di Kec. Wiyung.
Selain itu, MK memerintahkan KPU Surabaya untuk melakukan penghitungan surat suara ulang pada seluruh kotak suara di seluruh Surabaya, kecuali di Kec. Bulak, Kec. Semampir, Kec. Krembangan, Kec. Rungkut, Kec. Sukolilo, Kel. Putat Jaya di Kec. Sawahan dan Kel. Wiyung di Kec. Wiyung. Demikian antara lain amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Moh. Mahfud MD.
”Terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam penyelenggaraan Pemilukada Kota Surabaya di Kecamatan Bulak, Kecamatan Semampir, Kecamatan Krembangan, Kecamatan Rungkut, Kecamatan Sukolilo, Kelurahan Putat Jaya yang berada di Kecamatan Sawahan dan Kelurahan Wiyung yang berada di Kecamatan Wiyung.” jelas Mahfud MD saat membacakan putusan.
Selanjutnya, Mahkamah berpendapat demi keabsahan jumlah perolehan suara Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Surabaya, perlu dilakukan pemungutan suara ulang di Kec. Bulak, Kec. Semampir, Kec. Krembangan, Kec. Rungkut, Kec. Sukolilo, Kel. Putat Jaya yang berada di Kec. Sawahan dan Kel. Wiyung yang berada di Kec.Wiyung.
Kemudian Mahkamah memutuskan perlu dilakukan penghitungan surat suara ulang pada seluruh kota suara di Surabaya, kecuali daerah yang dinyatakan coblos ulang. ”Demi keabsahan jumlah perolehan suara Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Surabaya, perlu dilakukan penghitungan surat suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Surabaya pada seluruh kotak suara di seluruh Kota Surabaya kecuali di Kecamatan Bulak, Kecamatan Semampir, Kecamatan Krembangan, Kecamatan Rungkut, Kecamatan Sukolilo, Kelurahan Putat Jaya yang berada di Kecamatan Sawahan dan Kelurahan Wiyung yang berada di Kecamatan Wiyung,” ujar Mahfud MD.
KPU Surabaya dalam amar putusan selain diperintahkan melakukan pemungutan suara ulang dan penghitungan surat suara ulang diatas, juga diperintahkan melaporkan kepada Mahkamah hasilnya selambat-lambatnya 60 hari setelah putusan ini dibacakan.
Perkara ini diajukan oleh Drs. Arif Afandi, M.Si dan Ir. Adies Kadir, S.H., M.Hum, Pasangan Cawali/Cawawali dalam Pemilukada Surabaya 2010, Nomor Urut 3. Pemohon mendalilkan terjadi perbedaan hasil menurut penghitungan KPU Surabaya, yaitu Pasangan Ir. Tri Risma Harini dan Drs. Bambang DH. M.Pd (Pasangan Calon Nomor Urut 4) memperoleh suara 358.187 dan Pemohon memperoleh suara 327.516, namun penghitungan dan rekapitulasi suara oleh KPU Surabaya dihasilkan dari proses yang tidak benar.
Keberatan Pemohon antara lain KPU Surabaya beserta jajaran PPK, PPS dan KPPS tidak menjalankan tugasnya sesuai hukum, baik sebelum dan setelah pemungutan suara. Selain itu terdapat keterlibatan anggota Panwaslu mengamputasi hak-hak keperdataan Pemohon, terjadi intimidasi, kampanye terselubung, memanfaatkan jabatan, mobilisasi PNS, tidak memberitahu untuk memberikan suara di TPS basis Pemohon, politik uang, lalu lintas pemilih antar TPS dalam satu Kecamatan maupun antar TPS antar Kecamatan, pelanggaran pembukaan kotak suara dan gembok kotak suara, dan segel berkas pemungutan dan penghitungan suara di beberapa kecamatan. (Nano Tresna A./mh)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=4207