Senin, 18 Oktober 2010

Berkas Rekap Hasil Suara Pemilukada Kab. Fakfak Disita Polisi

Kapolres Fakfak AKBP F.S. Napitupulu, memberikan kesaksian dalam sengketa Pemilukada Kab. Fakfak Prov. Papua Barat di depan majelis Hakim Konstitusi, Senin (18/10)
Jakarta, MKOnline – Penyitaan berkas rekapitulasi hasil suara Pemilukada yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dilakukan atas dasar rekomendasi dari Panwaslukada Kab. Fakfak yang mengindikasi terjadinya tindak pidana Pemilukada. "Kami mendapat rekomendasi dari Panwas bahwa telah terjadi tindak pidana pilkada."


Demikian keterangan saksi F.S. Napitupulu, Kapolres Fakfak, menjawab pertanyaan Ketua Panel Hakim M. Mahfud MD tentang penyitaan dokumen rekapitulasi hasil suara Pemilukada Kab. Fakfak.


Sidang perkara nomor 187/PHPU.D-VIII/2010 mengenai sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Fakfak Prov. Papua Barat ini digelar pada Senin (18/10) sore bertempat di ruang pleno lt. 2 gedung MK. Sidang dihadiri Pemohon pasangan Said Hindom-Ali Baham Temongmere didampingi Kuasanya, Sirra Prayuna dkk. Kemudian Termohon Prinsipal Ketua dan Anggota KPU Fakfak serta kuasanya, Bambang Widjojanto dkk. Hadir pula kuasa Pihak Terkait, Samsul Huda dkk.


Lebih lanjut, dalam sidang dengan agenda pembuktian ini, F.S. Napitupulu yang baru empat bulan menjabat Kapolres Fakfak, dalam kesaksiannya membantah adanya penahanan terhadap Ketua dan tiga anggota KPU Kab. Fakfak. "Kami dari Polres Fakfak tidak pernah menahan Ketua KPUD mapun anggotanya," kata Napitupulu.


Lebih lanjut Mahfud MD menanyakan landasan hukum yang memberikan kewenangan Polisi untuk melakukan penyitaan dokumen milik KPU. "Tindak pidananya apa, kok sampe menyita barang?" tanya Mahfud. "Penggelembungan suara, Pak," jawab Napitupulu. Penyitaan itu, lanjut Napitupulu, dilakukan dalam rangka proses penyelidikan dan penyidikan. 


Mendapat kesempatan untuk mendalami keterangan saksi, kuasa Termohon KPU Fakfak, Bambang Widjojanto membacakan surat rekomendasi yang tertuang dalam bukti P-13 yang berbunyi, "Kepada Ketua KPUD Fakfak. Sehubungan telah terjadinya penggelembungan dan pengurangan perolehan suara pada Pleno Rekapitulasi perolehan suara KPUD Kab. Fakfak, maka direkomendasikan kepada KPUd untuk segera melakukan perhitungan ulang khusus."


"Mana rekomendasi yang menyatakan bahwa Kepolisian harus melakukan tindakan?" tanya Bambang.


Menjawab pertanyaan Bambang, Kapolres Fakfak membacakan rekomendasi Panwaslukada yang isinya berbeda dengan rekomendasi yang dibacakan Bambang. Hal ini mengundang pertanyaan Bambang. "Apakah itu diberikannya sebelum Anda berangkat (ke MK) atau tanggal 1 (Oktober 2010)?" selidik Bambang.


Serta-merta, kuasa Pemohon, Sirra Prayuna, mengajukan keberatan atas pertanyaan Bambang. Namun keberatan ditolak Mahfud MD, karena akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan keberatan dalam kesimpulan di akhir persidangan.


Hakim Konstitusi M. Arsyad Sanusi menilai berita acara penyitaan dokumen hasil rekapitulasi yang hanya terpaut sekitar dua sampai tiga jam setelah rapat pleno KPU berakhir, merupakan tindakan sangat cepat. Sementara di sisi lain, kata Arsyad, dibutuhkan waktu untuk pendalaman misalnya melakukan penyelidikan dengan meminta keterangan KPU dan Panwas. 


Sementara itu, Saksi Welem Lumy, Kapolsek Distrik Fakfak, mengaku mencatat hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Distrik (PPD) Fakfak. Pasangan Mohammad Uswanas-Donatus Nimbitikendik  5.006 suara. Yoel Rohrohmana-Amin Ngabalin 1.222 suara. Hamid Kuman-James Nahuway 4.120 suara. Abdul Latif Suaery-La Japa La Unga 763 suara. Said Hindom-Ali Baham Temongmere 6.613 suara. Total perolehan suara sah di distrik Fakfak 17.632 suara.


Selanjutnya, Saksi Deny Arikalang, Kanit Gakkumdu Sat. Reskrim Polres Fakfak, dalam keterangannya menyatakan, saat pembacaan hasil rekapitulasi untuk distrik Fakfak pada rapat Pleno, Jum'at, 1 Oktober 2010, saksi pasangan no. urut 5, Zainuddin R. Fenetiruma protes karena adanya selisih perolehan sebanyak suara. "Namun pihak KPUD tidak mengindahkan, dan tetap melakukan penetapan," terang Deny.


"Berapa banyak, Pak, selisihnya?" tanya Ketua Panel Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD. "Selisih kurang lebih seribu (suara)," jawab Deny.


Setelah itu, lanjut Deny, pihaknya melakukan upaya hukum dengan melakukan penyelidikan kepada Ketua Panwaslu, La Hardi, Ketua dan anggota KPU Fakfak, Markus Krispul, Saskia Madu, Zainudin S. Hakim, Laode Ruslan, Paskalis Letsoin. Hasil penyelidikan, salah satu anggota KPU tidak mengakui penetapan KPU Fakfak. "Laode Ruslan sama sekali tidak mengakui penetapan tersebut itu sah," papar Deny.


"Penyelidikan terhadap kasus Pemilu itu kewenangan Polres atau kewenangan Panwas?" tanya Bambang Widjojanto. "Memang kewenangan Panwaslu," jawab Deny.


Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi, menanyakan kepada Deny mengenai tanggal penyitaan dokumen. "Penyitaan itu berlangsung kapan?" tanya Arsyad. "Tanggal 1 (Oktober 2010)," jawab Deny singkat. Penyitaan, lanjut Deny, dilakukan sekitar jam 18.00. 


"Kapan keluar ijin penyitaan dari pengadilan?" tanya Arsyad lagi. "Kami membuat permintaan ijin tanggal 2 (Oktober)," jawab Deny.


"Berarti, penyitaan dulu, baru ijin," tanya Arsyad. Hal ini, kata Arsyad, sangat bertentangan dengan KUHAP. 


Terkait pemeriksaan terhadap Ketua dan anggota KPU Fakfak, Bambang kembali mengorek keterangan  saksi. "Apakah ketika diperiksa, orang-orang ini (Ketua dan Anggota KPU Kab. Fakfak) diberikan surat pemberitahuan, dia dipanggil dalam kapasitas apa?" tanya Bambang. "Yang jelas tidak ada surat panggilan," jawab Deny tegas.


Selanjutnya Bambang menanyakan ihwal "pengamanan" terhadap Ketua KPU Kab. Fakfak dan tiga anggotanya tanpa adanya surat penangkapan dan penahanan. "Berapa lama empat orang ini ada di Polres, yang menurut istilah, diamankan?," tanya Bambang lagi. "Empat hari," jawab Deny. 


Mendapat kesempatan memberikan keterangan, saksi La Hardi, Ketua Panwaslukada Kab. Fakfak, mengatakan, saat Ketua KPU Fakfak membacakan hasil rekapitulasi perolehan suara untuk Distrik Fakfak, perolehan masing-masing calon tidak sesuai dengan hasil rekapitulasi yang diterimanya dari PPD Fakfak.


Menjawab pertanyaan Ketua Panel Hakim Moh. Mahfud MD tentang terjadinya ketidaksesuaian perolehan suara, La Hardi menyatakan perubahan itu terjadi saat rekapitulasi di tingkat Kab. Fakfak. "Terjadi pada saat rekapitulasi perolehan suara di tingkat kabupaten," jawab La Hardi.  


Sesuai dengan temuan Panwaslu, kata La Hardi, hasil rekapitulasi perolehan suara di Distrik Fakfak, pasangan calon no. urut 1 memperoleh 5.006 suara. Saat pembacaan hasil rekap untuk Distrik Fakfak, terdapat keberatan dari saksi pasangan no. urut 5 karena adanya perbedaan data yang dimiliki KPU Fakfak dengan data saksi dan Panwaslukada. 


"Indikasi itu muncul karena ada perbedaan data, tapi Saudara tidak melihat bagaimana terjadinya penggelembungan itu," telisik Mahfud. "Ya," jawab La Hardi singkat. (Nur Rosihin Ana)
 
Sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=4671

Kamis, 14 Oktober 2010

Pasangan Sahabat Tuding KPU Kab. Fakfak Lakukan Penggelembungan Suara di Distrik Fakfak

Ketua KPU Fakfak, Markus Krispul (kiri) dan Bambang Widjojanto (kanan) kuasa dari Termohon membantah dalil Pemohon pada persidangan sengketa Pemilukada Kab. Fakfak Prov. Papua Barat dalam persidangan, Kamis (14/10).
Jakarta, MKOnline – Pasangan Said Hindom-Ali Baham Temongmere (Sahabat) menuding Termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Fakfak melakukan penggelembungan suara di distrik Fakfak untuk pasangan no. urut 1 Mohammad Uswanas-Donatus Nimbitikendik (Odo).
Demikian klaim Pemohon yang disampaikan kuasanya, Sirra Prayuna, dalam sidang sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Fakfak Prov. Papua Barat, Kamis (14/10) siang.
Sidang panel pemeriksaan pendahuluan untuk perkara nomor 187/PHPU.D-VIII/2010 ini dilakukan oleh Panel Hakim yang terdiri Moh. Mahfud MD sebagai Ketua Panel, Achmad Sodiki, dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai anggota panel. Sidang dihadiri Termohon Prinsipal Ketua KPU Fakfak, Markus Krispul beserta anggota dan kuasanya, Bambang Widjojanto dkk. Hadir pula kuasa Pihak Terkait, Samsul Huda dkk.
Melalui kuasanya, Sahabat mengklaim perolehan suara terbanyak di distrik Fakfak yaitu 6.613 suara. Selanjutnya, pasangan nomor urut 1 Mohammad Uswanas-Donatus Nimbitikendik (Odo) 5.006 suara. Pasangan nomor urut 3 Hamid Kuman-James Nahuway (Haji) 4.128 suara. Pasangan nomor urut 2 Yoel Rohrohmana-Amin Ngabalin (Yonma) 1.222 suara. Sedangkan pasangan nomor urut 4 Abdul Latif Suaery dan La Japa La Unga (Alala) 763 suara.
Pemohon menuding hasil rekapitulasi yang dibacakan Termohon bukan berdasarkan hasil rekapitulasi di tingkat Panitia Pemilihan Distrik (PPD). "Dalam proses rekapitulasi penghitungan suara tanggal 1 Oktober 2010 bertempat di Aula Polres Fakfak, telah terjadi satu upaya yang sistematis yang dilakukan pihak Termohon, yaitu membacakan rekapitulasi yang bukan berdasarkan hasil rekapitulasi di PPD Fakfak," papar kuasa Pemohon, Sirra Prayuna.
Saat pembacaan rekapitulasi tersebut, lanjut Sirra, terjadi penggelembungan suara di distrik Fakfak untuk untuk pasangan no. urut 1 menjadi 10.654 suara. "Tadinya suara pasangan nomor urut 1 di distrik Fakfak 5.006, menjadi 10.654," tegas Sirra.
Dalam petitumnya, Pemohon antara lain meminta Mahkamah menerima dan mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Meminta penetapan perolehan suara Pemohon khususnya di distrik Fakfak sebanyak 6.613 suara.
Kemudian meminta Mahkamah menetapkan perolehan suara yang benar dalam Pemilukada Kab. Fakfak 2010, yaitu, Pasangan Odo 9.096 suara, Yonma 3.490 suara, Haji 8.500 suara, Alala 1.776 suara, dan pasangan Sahabat 13.142 suara. 
Selanjutnya, meminta Mahkamah menyatakan dan menetapkan pasangan Said Hindom-Ali Baham Temongmere sebagai pasangan calon terpilih dalam Pemilukada Fakfak 2010.
Dalam jawabannya, Termohon melalui kuasanya mensinyalir adanya indikasi konspirasi pasca rapat pleno rekapitulasi hasil pemungutan suara. Konspirasi dilakukan oleh oknum Polres Fakfak berupa ancaman hingga merampas kemerdekaan Ketua KPU Fakfak dan tiga anggota KPU Fakfak lainnya selama empat hari. "Empat hari diamankan tanpa ada surat perintah penahanan," kata kuasa Termohon, Bambang Widjojanto.
Berkaitan dengan itu, lanjut Bambang, dilakukan penyitaan terhadap seluruh dokumen asli yang berkaitan dengan hasil pemungutan suara di distrik Fakfak.
Termohon justru balik menuding bahwa dalil-dalil yang diusung Pemohon  telah dipalsukan. "Ada bukti-bukti palsu dan dipalsukan yang dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan ini," bantah kuasa Termohon, Bambang Widjojanto. (Nur Rosihin Ana)

Sumber:

Selasa, 05 Oktober 2010

KPU Nyatakan Pemilukada Waropen Ilegal

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan Umum Kepala Daerah Nasional I Gusti Putu Artha, Selasa (5/10) siang di ruang sidang panel MK.
Jakarta, MKOnline - Sejak SK (Surat Keputusan) KPU Provinsi Papua tentang pemberhentian diterbitkan, saudari Melina KK Wanatore (Ketua KPU Waropen lama) dkk tidak memiliki legalitas untuk bertindak atas nama KPU Waropen. Itu berarti, seluruh langkah-langkah dan tindakan yang dilakukan sejak tanggal 21 Agustus 2010 kami nyatakan ilegal. 


Demikian diutarakan oleh Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan Umum Kepala Daerah Nasional I Gusti Putu Artha, Selasa (5/10) siang di ruang sidang panel MK. 


Dan, tidak hanya itu, ia pun menambahkan, SK tersebut berkonsekuensi kepada pemungutan dan penghitungan suara yang telah diselenggarakan pada tanggal 25 Agustus 2010 yang lalu. “Pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi yang telah dilakukan adalah tidak sah dimata hukum,” tegasnya. 


Menurut Putu, KPU Waropen di bawah kepemimpinan Melina telah melanggar beberapa ketentuan penyelenggaraan Pemilukada, khususnya: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Pasal 2 Huruf a, b, c, d, e, f, g, h dan i; Pasal 3 Ayat (3), Pasal 5 Ayat (1); serta Peraturan KPU Nomor 31 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.


Hal itu, lanjut Putu, berdasarkan kepada hasil supervisi yang telah dilakukan oleh pihaknya. Yang kemudian, dikuatkan dengan adanya surat dari Dewan Kehormatan yang berisi dua point rekomendasi kepada KPU Provinsi, yakni pertama, untuk memberikan sanksi peringatan keras secara tertulis kepada KPU Waropen dan kedua, memberhentikan anggota KPU Waropen. 


Terhadap hal tersebut, Ketua KPU Provinsi Papua Benny Sweny membenarkannya. Menurut Benny, sebelum ada rekomendasi tersebut pihaknya telah memberikan teguran secara tertulis kepada KPU Waropen melalui surat bernomor 211 dan 212 tertanggal 31 Juli 2010, namun tidak diindahkan. Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya langsung menerbitkan SK KPU Papua Nomor 60 Tahun 2010 yang berisikan pemberhentian seluruh pengurus KPU Waropen (yang diketuai Melina KK Wanatore) dan kemudian menggantinya dengan kepemimpinan yang baru (sebagai Pengurus Pergantian Antar Waktu/PAW) dengan Ketua KPU Kristison Mbaubaderi.


Akhirnya, Putu pun meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan, permohonan para Pemohon tidak tepat untuk diajukan kepada Mahkamah Konstitusi karena sebenarnya Pemilukada di Kabupaten Waropen belum pernah ada. “Objek permohonan tidak memenuhi syarat,” ungkapnya.  


Namun, pernyataan tersebut dibantah langsung oleh Melina KK Wanatore, yang juga hadir saat sidang berlangsung. Menurutnya, KPU Pusat dan KPU Provinsi tidak mengetahui permasalahan yang sebenarnya. “Apa yang dikatakan oleh KPU Pusat adalah tidak benar. Kami yang melakukan verivikasi. Kami yang tahu dilapangan. Kami yang tahu persis permasalahan ini,” ketusnya. Pernyataan ini berkaitan dengan keterangan Putu yang mengungkapkan bahwa pertimbangan yang diambil oleh Melina dkk. terkait pencalonan kandidat Ones J Ramandey-Zet Tanati adalah tidak benar dan tepat.


Selain itu, Melina melanjutkan, setiap konsultasi dengan Pihak KPU Pusat, dirinya tidak pernah diminta untuk menghentikan tahapan Pemilukada yang sedang berlangsung. “Setiap akhir konsultasi, kami selalu diminta meneruskan tahapan pemilihan,” tuturnya. “Dalam melanjutkan pun kami sebenarnya merasa tidak  nyaman,” jawabnya ketika ditanya oleh Panel Hakim kenapa pihaknya masih saja melaksanakan tahapan Pemilukada padahal masih ada masalah internal yang dihadapi oleh KPU Waropen saat itu.


Pemohon Bingung
Dengan adanya persoalan tersebut, menurut Pemohon, telah merugikan dirinya sebagai pasangan calon dan juga para pendukungnya. “Sebagai kandidat kami dibingungkan dan diresahkan. Kami ini mau dibawa kemana, digiring kemana?“ tanya Pemohon Prinsipal Dorus Wolkum mengungkapkan kekecewaannya.


Sedangkan Pemohon lainnya, pasangan Nehemia Rumayomi-Oktofianus Edwar Tebai menyatakan melalui Kuasanya, bahwa mereka tetap dengan permohonannya. “Kami konsisten dengan permohonan yang kami ajukan,” katanya.  


Adapun Pihak Terkait, melalui Kuasanya menyatakan, persoalan ini hanyalah persoalan internal KPU dan meminta kepada Mahkamah untuk mempertimbangkan hak dasar rakyat yang telah memberikan suaranya dalam Pemilukada pada Tangal 25 Agustus yang lalu. “Itu adalah constitutional rights warga negara,” imbuhnya. 


Akhirnya, sidang pun ditutup oleh Ketua Panel Hakim M. Arsyad Sanusi dengan berpesan untuk menyerahkan bukti selengkap-lengkapnya agar dapat meyakinkan hakim dalam melakukan pembuktian dan memberikan putusan. “Masalah ini akan kami bahas di pleno hakim dan akan dipertimbangkan dalam putusan nanti,” ungkapnya. Sidang selanjutnya adalah pembuktian para saksi dari para pihak, yang akan digelar Kamis (7/10) pukul 09.30 WIB. (Dodi/mh) 


Sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=4601