Senin, 30 April 2012

KIP Kab. Aceh Utara Nilai Permohonan Sulaiman-Syarifuddin “Obscuur Libel”

Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Utara menyatakan berita acara rekapitulasi hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon diberikan kepada saksi mandat yang hadir. Sedangkan saat pelaksanaan rekapitulasi, saksi pasangan Sulaiman Ibrahim-T. Syarifuddin (Pemohon) tidak hadir. “Pada saat kita melaksanakan rekapitulasi, saksi dari pasangan yang bersangkutan tidak hadir.” Demikian kata Ketua KIP Aceh Utara, Muhammad Manan, dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kab. Aceh Utara Tahun 2012, di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (30/04/2012) siang. Sidang kali kedua untuk perkara 21/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh pasangan calon Sulaiman-Syarifuddin, beragendakan mendengar jawaban KIP Aceh Utara (termohon), mendengar jawaban pasangan Muhammad Thalib-Muhammad Jamil (pihak terkait) dan mendengar keterangan saksi.

Pernyataan Muhammad Manan tersebut merupakan jawaban atas permohonan pasangan Sulaiman-Syarifuddin. Sulaiman-Syarifuddin mendalilkan tidak menerima berita acara hasil rekap tingkat Kab. Aceh Utara. Bahkan Sulaiman-Syarifuddin mengaku dipersulit untuk mendapatkan berita acara rekap. “Jadi kami dipersulit untuk mendapatkan itu,” kata Muhammad Asrun, kuasa hukum pasangan  Sulaiman-Syarifuddin.

KIP Aceh Utara dalam eksepsi yang disampaikan kuasa hukumnya, Ainal Hotman, menyatakan MK tidak berwenang memeriksa perkara yang diajukan Sulaiman-Syarifuddin. Ainal juga menilai permohonan Sulaiman-Syarifuddin kabur dan tidak jelas (obscuur libel). Ainal dengan tegas membantah tuduhan KIP Aceh Utara melakukan pelanggaran terstruktur, sistimatis, dan masif. Sejak awal ini kami bantah bahwasanya hal tersebut tidak benar. Karena di dalam permohonan Pemohon tidak tergambar perbuatan Termohon sebagaimana terstruktur, sistematis, dan masif yang dimaksud,” kata Ainal Hotman membantah dalil permohonan.

Selanjutnya mengenai tuduhan KIP Aceh Utara melakukan pelanggaran karena meloloskan Muhammad Thalib yang menurut Pemohon tidak memenuhi syarat sebagai calon bupati karena tidak memiliki ijazah SD, SMP dan SMA/SMK. Dalil ini pun dibantah oleh Ainal Hotman yang menyatakan dalil tersebut tidak benar. Memperkuat dalilnya, KPU Aceh Utara melampirkan bukti-bukti, yaitu bukti termohon nomor 10, 11 dan 12 yang telah diserahkan kepada Mahkamah. “Sudah dilakukan verifikasi administrasi dan faktual?” Tanya ketua Panel Hakim M. Akil Mochtar. “Sudah dilakukan. Verifikasi faktual sudah dilakukan sebagaimana daftar bukti kami Nomor 10, Nomor 11, Nomor 12,” jawab Ainal Hotman sembari menambahkan, secara faktual KIP Aceh Utara telah mengirimkan surat kepada lembaga pendidikan dari tingkat SD, SMP, dan SMK.

KIP Aceh Utara meminta Mahkamah mengabulkan eksepsinya. Kemudian dalam pokok permohonan, KIP Aceh Utara meminta Mahkamah agar menolak permohonan yang diajukan oleh pasangan Sulaiman-Syarifuddin.Dalam pokok perkara, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” pinta KIP Aceh Utara melalui kuasanya, Ainal Hotman.

Pasangan Muhammad Thalib-Muhammad Jamil selaku pihak terkait, melalui kuasa hukumnya, Mukhlis, menyatakan secara garis jawaban yang disampaikannya sama dengan jawaban KIP Aceh Utara. “Pada prinsipnya, sesudah kami mendengar jawaban Termohon, secara garis besar banyak yang bersamaan,” kata Mukhlis.

Nurmalawati, saksi yang dihadirkan pasangan Sulaiman-Syarifuddin dalam keterangannya menyatakan ijazah SMP yang dimiliki Muhammad Thalib dikeluarkan tahun 1976 yang berarti satu angkatan dengan Nurmalawati. Nurmala mengaku tidak ada siswa SMPN 1 Lhoksukon yang bernama Muhammad Thalib. “Pernah lihat dia (Muhammad Thalib) sekolah Di SMP (Negeri 1 Lhoksukon)?” tanya M. Akil Mochtar. “Nggak ada,” jawab Nurmalawati. (Nur Rosihin Ana)

Kamis, 26 April 2012

Ghazali Abbas Adan Minta Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Kabupaten Pidie

Ghazali Abbas Adan, calon bupati Pidie, hadir di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjalani sidang perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Pidie Tahun 2012, Kamis (26/04/2012) pagi. Sidang perkara 20/PHPU.D-X/2012 ini dijukan oleh pasangan calon Ghazali Abbas Adan-Zulkifli HM Juned (No. urut 8). Persidangan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini juga dihadiri oleh Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Pidie, Junaidi didampingi empat anggota KIP Pidie.

Di hadapan panel hakim MK yang diketuai M. Akil Mochtar, Ghazali Abbas Adan memersoalkan proses pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Pidie yang menurutnya sarat dengan teror dan intimidasi. Antara lain akibat teror dan intimidasi, masyarakat tidak menghadiri kampanye yangt digelar pasangan Ghazali Abbas Adan-Zulkifli HM Juned, sehingga visi dan misi pasangan ini tidak sampai ke masyarakat. Hal ini bertentangan dengan asas pemilukada yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Oleh karena itu, Ghazali Abbas menyatakan menolak hasil rekapiltulasi suara yang dilakukan oleh KIP Pidie. “Dengan alasan demikian itulah, maka kami menolak hasil rekapiltulasi suara yang sudah dilakukan oleh KIP Pidie,” tegas Ghazali.

Dalam pokok permohonan, Ghazali Abbas meminta Mahkamah agar menjatuhkan putusan (petitum) yaitu, menerima dan mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Kemudian, menyatakan batal dan tidak sah berita acara rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilukada di tingkat Kabupaten oleh KIP Pidie Tanggal 15 bulan April 2012. Terakhir, meminta Mahkamah agar memerintahkan KIP Pidie melakukan pemungutan suara ulang di seluruh di seluruh TPS dalam wilayah Kabupaten Pidie.

Sementara itu, Ketua KIP Pidie, Junaidi, dalam bantahannya menyatakan, fakta-fakta mengenai terjadinya pelanggaran, pembangkangan, menurut Junaidi, hal ini merupakan ranah Panwaslukada. “Kami meminta kepada Majelis Hakim Yang Terhormat untuk menghadirkan Panwaslu di dalam proses pembuktian berkaitan pelanggaran,” pinta Junaidi.

Junaidi juga menjelaskan proses rekapitulasi suara di tingkat kabupaten. Menurutnya, KIP Pidie telah mengundang saksi pasangan Ghazali Abbas Adan-Zulkifli HM Juned (No. urut 8). “Tapi mereka tidak datang,” terang Junaidi.

Menurut Junaidi, keberatan yang diajukan pasangan Ghazali Abbas Adan-Zulkifli HM Juned bukan merupakan objek perselisihan hasil pemilukada. Sebab, pasangan Ghazali Abbas Adan-Zulkifli HM Juned dalam permohonannya sama sekali tidak menyinggung masalah perolehan suara masing-masing pasangan calon.

Sidang berikutnya akan digelar pada Senin pekan depan dengan agenda mendengar keterangan saksi. Pasangan Ghazali Abbas Adan-Zulkifli HM Juned selaku Pemohon, meminta Mahkamah memeriksa saksi melalui fasilitas video conference  dari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh. (Nur Rosihin Ana)

Rabu, 25 April 2012

Mahkamah Tolak Permohonan Dua Pasangan Calon Walikota Sorong

Perselisihan hasil pemilihan umum walikota/wakil walikota Sorong Provinsi Papua Barat tahun 2012 yang diajukan oleh pasangan Marthinus Salamala-Petrus Fatlolon, memasuki tahap pengucapan putusan. Mahkamah dalam amar putusan menyatakan menolak seluruh permohonan Marthinus-Petrus. “Amar Putusan, mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata ketua pleno hakim konstitusi Moh. Mahfud MD saat membacakan putusan Nomor 15/PHPU.D-X/2012 dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (25/04/2012) petang.

Pasangan Marthinus-Petrus mendalilkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sorong (Termohon) telah melakukan pelanggaran pada saat pelaksanaan tahapan Pemilukada Kota Sorong Tahun 2012 yaitu dengan cara menyusun tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilukada Kota Sorong Tahun 2012 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah tidak berlaku.

Menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan hukum. Hal ini setelah Mahkamah memeriksa dan mencermati dalil Marthinus-Petrus dan dalil bantahan KPU Kota Sorong serta bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak di persidangan. Menurut Mahkamah, KPU Kota Sorong telah menyusun tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilukada Kota Sorong Tahun 2012 berdasarkan ketentuan yang berlaku. “Keberatan-keberatan yang diajukan Pemohon sudah diselesaikan selama proses tahapan, namun diajukan kembali seakan-akan temuan baru setelah diketahui siapa yang kalah dan siapa yang menang. Oleh karena itu menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan hukum,” kata hakim konstitusi M. Akil Mochtar saat membacakan pendapat mahkamah.

Begitu pula dalil pasangan Marthinus-Petrus mengenai pelanggaran dalam penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT), politik uang yang dilakukan pasangan calon Lamberthus Jitmau-Pahimah Iskandar (Nomor Urut 3) selaku Pihak Terkait. Menurut Mahkamah, rangkaian fakta yang terungkap di persidangan, tidak terbukti bahwa DPT yang disusun KPU Kota Sorong menguntungkan pasangan Lamberthus-Pahimah. Terungkap pula bahwa praktik politik uang bukan hanya dilakukan oleh Lamberthus-Pahimah, tapi juga dilakukan oleh Marthinus-Petrus.

Selanjutnya, dalil Marthinus-Petrus mengenai pengambilan kotak suara dari masing-masing distrik yang disimpan di Mapolresta Kota Sorong tanpa disaksikan oleh Panwaslu Kota Sorong. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap dalil Marthinus-Petrus, bantahan KPU Kota Sorong, keterangan tertulis Panwaslu Kota Sorong, dan keterangan tertulis Polres Kota Sorong serta bukti yang diajukan oleh KPU Kota Sorong, menurut Mahkamah tindakan KPU Kota Sorong untuk menyimpanan kotak suara di Kantor Polres Kota Sorong karena alasan untuk keamanan adalah sudah tepat dan tidak ada keberpihakan. Begitu pula dalil Marthinus-Petrus mengenai keberpihakan Kapolres Kota Sorong kepada Lamberthus-Pahimah, juga tidak terbukti.

Tolak Pasangan Hengky-Juni

Sidang pleno MK kembali dibuka setelah rehat untuk melaksanakan ibadah shalat Maghrib. Tujuh Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD (ketua pleno), Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva, Harjono, M. Akil Mochtar, dan Muhammad Alim melaksanakan sidang pengucapan putusan perselisihan hasil Pemilukada Kota Sorong yang diajukan oleh Hengky Rumbiak-Juni Triatmoko (putusan Nomor 16/PHPU.D-X/2012). Senada dengan putusan Marthinus-Petrus, Mahkamah juga menyatakan menolak permohonan pasangan Hengky Rumbiak-Juni Triatmoko untuk seluruhnya.

Hengky-Juni mendalilkan perolehan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilaksanakan oleh KPU Kota Sorong dihasilkan dari proses yang tidak benar yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif serta bertentangan dengan asas-asas penyelenggaraan Pemilu.

Mahkamah setelah mencermati permohonan, Jawaban KPU Kota Sorong, serta bukti-bukti dari para pihak, menurut Mahkamah Hengky-Juni tidak dapat membuktikan dalilnya. Begitu pula apa yang didalilkan Hengky-Juni mengenai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon Lamberthus Jitmau-Pahimah Iskandar (Nomor Urut 3) selaku Pihak Terkait, juga tidak terbukti.

Kemudian dalil Hengky-Juni mengenai terjadinya pelanggaran pada tahap pemutakhiran data yang dilakukan KPU Kota Sorong, menurut Mahkamah, tanpa bermaksud untuk menjustifikasi adanya kelemahan dan kesemrawutan dalam penyusunan DPT, permasalahan DPT merupakan bagian dari permasalahan kependudukan di Indonesia yang belum dapat diselesaikan oleh Pemerintah. Sehingga apabila tidak dapat dibuktikan secara hukum bahwa KPU Kota Sorong melakukan pelanggaran DPT secara terstruktur, sistematis, dan masif yang menguntungkan salah satu pasangan calon, maka KPU Kota Sorong tidak dapat dibebani kesalahan atas kesemrawutan DPT dalam penyelenggaraan Pemilukada di Kota Sorong. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, masalah DPT harus menjadi perhatian sungguh-sungguh bagi penyelenggara Pemilukada yang Luber dan Jurdil. (Nur Rosihin Ana)

download putusan permohonan Marthinus Salamala-Petrus Fatlolon

download putusan permohonan Hengky Rumbiak-Juni Triatmoko
 

Selasa, 24 April 2012

Pasangan Aliasnudin-Rahmad Minta Dilakukan Pemilukada Kab. Simeulue yang Fair

Pemungutan suara Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Simeulue, Povinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang digelar 9 April lalu, menyisakan sengketa. Dua pasangan calon, Aliasnudin-Rahmad (No. Urut 5) dan Mohd. Riswan R-Ali Hasmi (No. Urut 4) mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bertempat di ruang pleno lt. 2 gedung MK, pada Selasa (24/4/2012) sore, Mahkamah menyidangkan perkara perselisihan hasil pemilukada Simeulue yang diajukan Aliasnudin-Rahmad (perkara 18/PHPU.D-X/2012) dan Mohd. Riswan R-Ali Hasmi (perkara 19/PHPU.D-X/2012).

Pasangan Aliasnudin-Rahmad keberatan dengan keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Simeulue tentang penetapan calon terpilih bupati-wakil bupati Simeulue periode 2012-2017. Di hadapan hakim konstitusi M. Akil Mochtar (ketua panel), Muhammad Alim Dan Hamdan Zoelva, calon wakil bupati Simeulue, Rahmad, menerangkan proses pemilukada Simeulue yang menurutnya melanggar ketentuan perundang-undangan. Rahmad mendalilkan KIP Simeulue tidak melaksanakan pemutakhiran data dengan baik. “Sehingga banyak pemilih yang tidak dapat menggunakan hak suaranya,” terang Rahmad yang hadir tanpa didampingi kuasa hukum.

Selain itu, lanjutnya, KIP Simelue menggunakan standar ganda saat pemungutan suara, dimana di berbagai tempat warga tidak bisa menggunakan hak pilih karena tidak mendapatkan surat undangan C-6. Namun di beberapa tempat lainnya, warga bisa menggunakan hak pilihnya cukup dengan memberikan tanda pengenal berupa KTP atau KK. Kemudian, saat perhitungan suara pada tanggal 9 April 2012, KIP Simeulue tidak memberikan salinan perhitungan suara di tingkat TPS, yaitu C-1 yang terjadi hampir 70% TPS yang ada di Kabupaten Simeulue. “Sehingga kami tidak mempunyai data pembanding,” lanjut Rahmad.

Rahmad juga menyoal keabsahan surat keputusan (SK) yang dikeluarkan KIP Simeulue. Sebab menurutnya, SK yang dikeluarkan menggunakan landasan peraturan yang sudah tidak berlaku, yaitu Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2007. “Sementara qanun itu sudah tidak berlaku lagi sejak diundangkannya Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2012,” Dalil Rahmad.

Menanggapi keterangan Rahmad, Akil menanyakan hal yang diminta dalam permohonan (petitum).  Apa permintaan Saudara kepada Mahkamah,” tanya ketua pleno hakim konstitusi M. Akil Mochtar, karena Akil melihat Pemohon tidak mencantumkan petitum. ”Saya meminta dilakukan pemilukada yang fair, Yang Mulia,” Jawab Rahmad.

Cabut Permohonan

Heriyanto Siregar, kuasa hukum pasangan Mohd. Riswan R-Ali Hasmi, di hadapan panel hakim konstitusi menyatakan kliennya bermaksud mencabut permohonan. “Jadi, intinya Saudara menyatakan bahwa permohonan Nomor 19/PHPU.D-X/2012 ini Saudara nyatakan dicabut ya?” tanya M. Akil Mochtar. “Ya, Majelis,” jawab Heri.

Selanjutnya Akil menjelaskan mengenai ketetapan pencabutan permohonan. “Untuk pencabutan permohonanya nanti akan dikeluarkan ketetapan ya, tidak seketika,” terang Akil. (Nur Rosihin Ana)

Rabu, 18 April 2012

Ketua KPU Kota Sorong: Pengambilan Kotak Suara Inisiatif KPU, Bukan Polres

Persidangan perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kota Sorong Provinsi Papua Barat tahun 2012 kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (18/04/2012) petang. Sidang kali keempat untuk perkara 15/PHPU.D-X/2012 yang dimohonkan oleh pasangan Marthinus Salamala-Petrus Fatlolon dan perkara 16/PHPU.D-X/2012 yang dimohonkan oleh pasangan Hengky Rumbiak-Juni Triatmoko, beragendakan pembuktian.

Kapolres Sorong yang sudah diundang oleh MK untuk didengar keterangannya di persidangan, ternyata tidak bisa hadir. Kendati demikian, sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan Pemilukada, Kapolres Kota Sorong memberikan tanggapan dan klarifikasi secara tertulis dalam bentuk berita acara dilengkapi dengan bukti-bukti.

Kuasa hukum pasangan Marthinus Salamala-Petrus Fatlolon, Utomo Karim sangat berharap mendapat keterangan dari Kapolres Sorong berkaitan dengan pengambilan kotak suara di enam distrik tanpa sepengetahuan Panwas yang menurutnya dilakukan oleh Polres Sorong. “Kami ingin menanyakan kotak suara itu diambil oleh Polres di distrik, ada enam distrik, tanpa diketahui oleh Panwas. Nah, ini bagaimana kok hanya KPU saja yang tahu, kok bisa diambil tanpa diketahui oleh Panwas?” tanya Utomo Karim.

Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Kota Sorong, Supran, menjelaskan proses pemungutan suara yang menurutnya berjalan dengan aman dan lancar hingga perhitungan suara di TPS. Namun, sebelum rapat pleno hasil rekapitulasi digelar, di luar dugaan ada serbuan massa merusak Kantor PPD Sorong Timur, Kantor KPU Kota Sorong, dan membakar rumah Supran. “Satu kantor sudah dirusak, sedangkan yang lain diancam secara keseluruhan,” terang Supran.

Melihat kondisi demikian, Supran berupaya menyelamatkan dokumen negara. Supran mengaku pengambilan kotak suara oleh Polres Kota Sorong adalah inisiatif KPU Kota Sorong. “Tidak betul kemudian kalau inisiatif dari kapolres, inisiatif dari KPU untuk menyelamatkan dokumen negara,” tandas Supran di hadapan panel hakim konstitusi Moh. Mahfud MD (ketua panel) didampingi dua anggota, Maria Farida Indrati dan Anwar Usman. (Nur Rosihin Ana)

Selasa, 17 April 2012

PHPU Kab. Kolaka Utara: Kepala SMKN 1 Wundulako Nyatakan Ijazah Rusda Mahmud Absah

Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) merupakan sarana rekrutmen pemimpin yang jujur, memiliki kompetensi, dan kapibilitas, serta kualitas moral yang menjadi panutan. Diharapkan dengan integritas yang tinggi, pasangan calon akan memimpin daerah dan menyejahterakan rakyatnya. “Calon pemimpin yang tidak jujur dan menyembunyikan latar belakangnya, tentu tidak bisa diharapkan jujur mengelola kepercayaan dan kewenangan yang diterima.”

Demikian paparan Maruarar Siahaan saat bertindak sebagai ahli yang dihadirkan oleh pasangan Anton-H. Abbas selaku Pemohon perkara perselisihan hasil Pemilukada Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) Tahun 2012 dalam persidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (17/04/2012) pagi. Persidangan perselisihan hasil Pemilukada Kolut ini diajukan oleh pasangan calon Anton-H. Abbas (perkara 12/PHPU.D-X/2012) dan pasangan bakal calon H. Bustam AS-H. Tajuddin (perkara 13/PHPU.D-X/2012). Sidang kali ketiga ini mengagendakan pembuktian dengan mendengar keterangan ahli/saksi.

Lebih lanjut Maru, panggilan akrab Maruarar Siahaan, memaparkan, keraguan tentang keabsahan ijazah sangat menentukan, bukan saja kompetensi dan kapabilitas, tetapi yang lebih penting adalah integritas sebagai pemimpin. Kemudian mengenai penyembunyian identitas pernah dipidana. Menurutnya, keberadaan ijazah dan pelanggaran hukum yang pernah dilakukan, merupakan hal yang cukup mudah bagi KPU untuk melakukan penelitian. “Pasti dengan mudah diteliti oleh KPU karena aksesnya yang terbuka lebar. Tetapi kalau independensi hilang dan imparsialitas tidak ada, itu tentu merupakan hambatan untuk melaksanakan pemilukada yang jujur,” lanjut Maru.

Setelah mendengar paparan ahli, panel hakim konstitusi yang diketuai Achmad Sodiki dengan dua anggota, Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi, mendengar keterangan Kapolres Kolut, AKBP La Ode Aries El Fathar. Menurut Aries, secara umum seluruh tahapan Pemilukada Kolut berjalan sangat kondusif. “Tidak ada hal-hal yang meragukan dapat mengganggu terjadinya pelaksanaan pilkada,” terang Aries.

Kendati demikian, pihaknya mengaku menerima 70-an laporan pelanggaran dari Panwas. Namun laporan tersebut dikembalikan ke Panwas karena setelah diproses penyelidikan, laporan aduan Panwas belum memenuhi unsur Pasal 184 KUHAP. “Kita masih memerlukan tambahan-tambahan alat bukti yang dapat mendukung daripada perkara yang dilaporkan,” lanjut Aries.

Mengenai laporan pemalsuan ijazah, terang Aries, Polres Kolut dalam hal ini Reserse Kriminal Umum Kolut telah melakukan penyidikan. “Dari hasil pemeriksaan, kami menyimpulkan bahwa dari keterangan-keterangan yang kami peroleh bahwa betul Rusda Mahmud pernah bersekolah di STM Swasta Kolaka,” terang Aries.

Aries juga membenarkan Rusda Mahmud pernah divonis bersalah dalam Undang-Undang Darurat dan Undang-Undang Psikotropika. Oleh karena itu, dalam surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) Rusda Mahmud terdapat keterangan yang menyatakan bahwa Rusda Mahmud adalah pernah divonis bersalah berdasarkan putusan pengadilan. “Di surat keterangan catatan kepolisian yang kami berikan kepada Bapak Rusda Mahmud menyatakan bahwa Rusda Mahmud adalah pernah divonis bersalah berdasarkan putusan negeri pengadilan nomor sekian-sekian...” tandas Aries.

Sementara itu, Kepala SMK Negeri 1  Wundulako Kolaka, Basotang, saat bersaksi untuk pasangan Rusda Mahmud-Bobby Alimuddin (pihak terkait) dalam keterangannya menerangkan latar belakang mengapa Kepala SMK Negeri 1 Wundulako Kolaka yang memberikan surat keterangan ijazah kepada Rusda. Menurutnya, SMK Negeri 1 Wundulako dahulunya bernama STM Swasta Kolaka. Dalam perjalanan sejarahnya, sebelum bernama SMK Negeri 1  Wundulako sekarang ini, pernah terjadi 4 kali perubahan nama, yaitu STM Swasta Kolaka, STM PGRI Swasta Kolaka, SMK PGRI Swasta Kolaka di Wundulako dan terakhir SMK Negeri 1 Wundulako. “Terakhir, tahun 2008 tanggal 1 Januari dinegerikan menjadi SMK Negeri 1 Wundulako,” terang Basotang.

Selanjutnya, mengenai surat keterangan ijazah yang bernomor induk 500 atas nama Rusda, Basotang menyatakan dasar yang digunakannya adalah buku induk STM Swasta Kolaka tahun 1978 sampai 1981 yang sekarang masih ada. ”Berdasarkan fakta yang saya miliki itulah sebabnya sehingga saya membuat suatu keterangan bahwa ijazah nomor induk 500 atas nama Rusda alias Rusda Mahmud, saya nyatakan dalam pernyataan itu adalah benar-benar milik Rusda Mahmud,” tandas Basotang.

STM Swasta Kolaka pada pada saat itu, tambah Basotang, statusnya baru terdaftar, sehingga tidak diizinkan melaksanakan ujian negara (sekarang ujian nasional) sendiri. Kemudian ujian negara STM Swasta Kolaka bergabung dengan SMK Negeri 1 Raha. “Oleh karena itu di ijazah menjelaskan bahwa yang bertanda tangan di ijazah itu adalah Kepala STM Negeri Raha tetapi kepemilikan ijazah itu adalah siswa STM Swasta Kolaka,” tandas Basotang. (Nur Rosihin Ana)

Senin, 16 April 2012

PHPU Kab. Sorong: Administrasi Distrik Moraid Masih Dijalankan Pemkab Sorong

Perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Sorong kembali digelar di Mahkamah Konstitusi Senin (16/4/2012) sore. Persidangan untuk perkara nomor 14/PHPU.D-X/2012 mengagendakan pembuktian berupa mendengar keterangan ahli dan saksi. Pasangan Stefanus Malak-Suka Harjono selaku Pihak Terkait menghadirkan dua orang ahli yaitu HM. Laica Marzuki dan Maruarar Siahaan, serta menghadirkan beberapa saksi, antara lain mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Endang Sulastri.

M. Laica Marzuki di hadapan panel hakim konstitusi yang diketuai M. Akil Mochtar didampingi dua anggota panel Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva, memaparkan tiga postulat. Pertama mengenai kontradiktif permohonan yang sudah dicabut oleh pasangan Zeth Kadakolo-Ibrahim Pokko selaku Pemohon perselisihan Pemilukada Kab. Sorong. Kedua, pasangan Zeth Kadakolo-Ibrahim Pokko tidak mengajukan perolehan hasil suaranya yang dianggap benar. “Pemohon saudara Zeth Kadakolo dan Ibrahim Pokko tidak mengemukakan hasil penghitungan suaranya yang dipandang benar,” kata Laica.

Ketiga, mengenai Distrik Moraid yang diperselisihkan Pemohon. Menurut Laica, Putusan MK Nomor 172/PUU/VII/2009 tanggal 25 Januari 2010 menyatakan bahwa Distrik Moraid merupakan cakupan wilayah Kab. Tambrauw. Namun demikian, administrasi pemerintahan sehari-hari di Distrik Moraid hingga saat ini masih dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong. Bahkan Pemkab Tambrauw dalam APBD Tahun 2011/2012 belum memasukkan Distrik Moraid dalam anggaran rutin kegiatan pembangunan Kab. Tambrauw. Selain itu, masyarakat Distrik Moraid menolak berpartisipasi dalam Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Tahun 2011 yang diselenggarakan oleh KPU Kab. Tambrauw. Kemudian, perolehan suara Pemohon di Distrik Moraid tidak signifikan, yaitu 4 suara, sedangkan perolehan Pihak Terkait sebanyak 2.063 suara. “Tidak harus kiranya diadakan penghitungan suara ulang dalam seluruh distrik Kabupaten Sorong,” tandas Laica.

Asisten I Setda Kab. Sorong, Izaak Kambuaya, dalam kesaksianya menerangkan Distrik Moraid yang secara administrasi masuk dalam Kab. Tambarauw, tetapi faktanya masih dijalankan oleh Kab. Sorong. Menurutnya, pihaknya telah melakukan beberapa kali sosialisasi mengenai Distrik Moraid sejak terbitnya putusan MK Nomor 172/PUU/VII/2009 tanggal 25 Januari 2010. “Masyarakat Distrik Moraid cenderung tidak menerima sosialisasi yang kami lakukan, aspirasi penolakan dilakukan dengan tertulis yang kami sudah sampaikan ke gubernur, tembusan ke Mahkamah Konstitusi, Departemen Dalam Negeri kemudian Komisi II DPR RI, Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu” terang Izaak. (Nur Rosihin Ana)

Senin, 09 April 2012

Pasangan Anton-Abbas dan Bustam-Tajuddin Minta Pemungutan Suara Pemilukada Kolaka Utara Diulang

Pemungutan suara pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012 yang digelar pada 18 Maret 2012, menyisakan sengketa. Pasangan calon Anton-H. Abbas (nomor urut 2) dan pasangan bakal calon H. Bustam AS-H. Tajuddin mengajukan perselisihan hasil Pemilukada Kolut ke Mahkamah Konstitusi. Kedua pasangan tersebut dalam permohonannya keberatan dengan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilukada yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kolaka Utara, dan Keputusan KPU Kolut mengenai penetapan pasangan calon bupati/wakil bupati terpilih.

Pasangan Anton-Abbas mendalilkan, Pemilukada Kolut diwarnai pelanggaran-pelanggaran yang meliputi 5 (lima) hal yaitu: adanya money politic, pelibatan birokrasi/PNS, keabsahan ijazah pasangan Rusda Mahmud-Bobby Alimuddin (pihak terkait), pihak terkait sebagai terpidana serta kelalaian Termohon dalam verifikasi faktual.

“Pemohon sangat keberatan terhadap hasil penghitungan suara Termohon (KPU Kolut) dengan dasar pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2012 yang dilaksanakan oleh Termohon terdapat kecurangan dan pelanggaran-pelanggaran yang sangat mendasar dan menciderai prinsip-prinsip demokrasi yaitu dalam bentuk pelanggaran money politic secara massif, terstruktur dan sistematis yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 3 atas nama pasangan Rusda Mahmud-Bobby Alimuddin.”

Demikian disampaikan oleh Herman Kadir saat bertindak sebagai kuasa hukum pasangan Anton-Abbas dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi Senin (9/4/2012). Persidangan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan untuk perkara 12/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh Anton-Abbas, dan perkara 13/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh Bustam-Tajuddin, ini dilaksanakan oleh panel hakim konstitusi yang terdiri Achmad Sodiki sebagai ketua panel, didampingi dua anggota, Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi.

Lebih lanjut Herman Kadir mendalilkan, pelanggaran money politic yang sifatnya massif dilakukan oleh pasangan Rusda Mahmud-Bobby Alimuddin (Syuhada) di seluruh kecamatan di Kolut, yaitu 15 kecamatan. Melalui Herman, Anton-Abbas juga mendalilkan pasangan Syuhada tidak memenuhi syarat sebagai calon berkaitan dengan pendidikan minimal pasangan calon, yaitu SLTA/sederajat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 58 huruf f UU Nomor 12 TAHUN 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Anton-Abbas meragukan keabsahan ijazah SLTA yang digunakan Rusda Mahmud untuk mencalonkan diri. Memperkuat dalilnya, Anton-Abbas membuktikan dengan adanya Surat Keterangan Nomor 421.5/079/2010 yang dikeluarkan oleh SMK Negeri 2 Raha, tanggal 16 Juni 2010 yang yang menjelaskan bahwa Nomor Induk 500 adalah Nomor Induk atas Salim bukan atas nama Rusda Mahmud.

Selain itu, Anton-Abbas mendalilkan KPU Kolut (Termohon) lalai melakukan verifikasi faktual dalam penetapan pasangan Syuhada sebagai pasangan calon. Menurut Anton-Abbas, pasangan Syuhada tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU Pemda. Rusda Mahmud menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keabsahan persyaratan pencalonan yaitu: adanya Surat Keterangan yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Kolaka pada 4 April 2005 yang menyatakan bahwa seolah-olah Rusda Mahmud tidak sedang dicabut hak pilihnya, tidak pernah dihukum penjara karena tindak pidana makar dan tidak pernah dijatuhi pidana penjara. Namun berdasarkan Putusan Nomor 42/PID.B/2001/PN/KLK, yang bersangkutan dijatuhi hukuman penjara terkait perkara psikotropika dan senjata tajam (UU No. 5 tahun 1997 dan UU Drt. No. 12 tahun 1951 tentang Senjata Tajam. “Yang bersangkutan pernah melakukan tindak pidana dan pernah dihukum lima tahun,” terang Herman.

Anton-Abbas melalui Herman Kadir meminta Mahkamah menyatakan batal demi hukum (viod ab initio) berita acara rapat pleno KPU Kolut tanggal 24 Maret 2012, dan keputusan KPU Kolut Nomor 19 Tahun 2012 mengenai penetapan hasil rekapitulasi suara Pemilukada Kolut tahun 2012. Kemudian, menyatakan tidak sah dan batal demi hukum keputusan KPU Kolut Nomor 20 Tahun 2012 tentang penetapan pasangan calon terpilih. Memerintahkan KPU Kabupaten Kolaka Utara untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang (PSU). Terakhir, mendiskualifikasi pasangan Rusda Mahmud-Bobby Alimuddin dalam PSU. “Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kolaka Utara untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang yang diikuti oleh seluruh pasangan calon bupati dan wakil bupati dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kolaka Utara kecuali calon nomor urut tiga atas nama Rusda Mahmud-Bobby Alimuddin,” tandas Herman.

Sementara itu, pasangan bakal calon Bustam-Tajuddin melalui kuasa hukumnya, Muh. Burhanuddin, menyatakan Bustam-Tajuddin memenuhi persyaratan sebagai calon peserta Pemilukada Kolut. Namun, dengan alasan dukungan ganda dari partai politik (parpol) pengusung pasangan calon, akhirnya KPU Kolut tidak meloloskan pasangan ini. Bustam-Tajuddin mendalilkan KPU Kolut telah memelanggara jadwal tahapan Pemilukada, terutama jadwal perbaikan kelengkapan syarat pengajuan calon bagi parpol atau gabungan parpol. “Termohon melanggar jadwal tahapan yang telah dibuatnya dan tidak memberikan ruang atau kesempatan bagi bakal pasangan calon Pemilukada Kabupaten Kolaka Utara 2012 untuk melakukan perbaikan dan hal itu menghalangi hak asasi Pemohon untuk menjadi peserta” terang Burhanuddin.

Senada dengan Anton-Abbas, Bustam-Tajuddin juga meminta mahkamah membatalkan keputusan KPU Kolut Nomor 19 Tahun 2012 dan Nomor 20 Tahun 2012. Meminta Mahkamah agar KPU Kolut melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual terhadap bakal pasangan calon yang diusulkan parpol atau gabungan parpol. Kemudian meminta pelaksanaan PSU. Bustam-Tajuddin juga meminta Mahkamah mendiskualifikasi pasangan Syuhada. (Nur Rosihin Ana)