Selasa, 05 Oktober 2010

KPU Nyatakan Pemilukada Waropen Ilegal

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan Umum Kepala Daerah Nasional I Gusti Putu Artha, Selasa (5/10) siang di ruang sidang panel MK.
Jakarta, MKOnline - Sejak SK (Surat Keputusan) KPU Provinsi Papua tentang pemberhentian diterbitkan, saudari Melina KK Wanatore (Ketua KPU Waropen lama) dkk tidak memiliki legalitas untuk bertindak atas nama KPU Waropen. Itu berarti, seluruh langkah-langkah dan tindakan yang dilakukan sejak tanggal 21 Agustus 2010 kami nyatakan ilegal. 


Demikian diutarakan oleh Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan Umum Kepala Daerah Nasional I Gusti Putu Artha, Selasa (5/10) siang di ruang sidang panel MK. 


Dan, tidak hanya itu, ia pun menambahkan, SK tersebut berkonsekuensi kepada pemungutan dan penghitungan suara yang telah diselenggarakan pada tanggal 25 Agustus 2010 yang lalu. “Pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi yang telah dilakukan adalah tidak sah dimata hukum,” tegasnya. 


Menurut Putu, KPU Waropen di bawah kepemimpinan Melina telah melanggar beberapa ketentuan penyelenggaraan Pemilukada, khususnya: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Pasal 2 Huruf a, b, c, d, e, f, g, h dan i; Pasal 3 Ayat (3), Pasal 5 Ayat (1); serta Peraturan KPU Nomor 31 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.


Hal itu, lanjut Putu, berdasarkan kepada hasil supervisi yang telah dilakukan oleh pihaknya. Yang kemudian, dikuatkan dengan adanya surat dari Dewan Kehormatan yang berisi dua point rekomendasi kepada KPU Provinsi, yakni pertama, untuk memberikan sanksi peringatan keras secara tertulis kepada KPU Waropen dan kedua, memberhentikan anggota KPU Waropen. 


Terhadap hal tersebut, Ketua KPU Provinsi Papua Benny Sweny membenarkannya. Menurut Benny, sebelum ada rekomendasi tersebut pihaknya telah memberikan teguran secara tertulis kepada KPU Waropen melalui surat bernomor 211 dan 212 tertanggal 31 Juli 2010, namun tidak diindahkan. Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya langsung menerbitkan SK KPU Papua Nomor 60 Tahun 2010 yang berisikan pemberhentian seluruh pengurus KPU Waropen (yang diketuai Melina KK Wanatore) dan kemudian menggantinya dengan kepemimpinan yang baru (sebagai Pengurus Pergantian Antar Waktu/PAW) dengan Ketua KPU Kristison Mbaubaderi.


Akhirnya, Putu pun meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan, permohonan para Pemohon tidak tepat untuk diajukan kepada Mahkamah Konstitusi karena sebenarnya Pemilukada di Kabupaten Waropen belum pernah ada. “Objek permohonan tidak memenuhi syarat,” ungkapnya.  


Namun, pernyataan tersebut dibantah langsung oleh Melina KK Wanatore, yang juga hadir saat sidang berlangsung. Menurutnya, KPU Pusat dan KPU Provinsi tidak mengetahui permasalahan yang sebenarnya. “Apa yang dikatakan oleh KPU Pusat adalah tidak benar. Kami yang melakukan verivikasi. Kami yang tahu dilapangan. Kami yang tahu persis permasalahan ini,” ketusnya. Pernyataan ini berkaitan dengan keterangan Putu yang mengungkapkan bahwa pertimbangan yang diambil oleh Melina dkk. terkait pencalonan kandidat Ones J Ramandey-Zet Tanati adalah tidak benar dan tepat.


Selain itu, Melina melanjutkan, setiap konsultasi dengan Pihak KPU Pusat, dirinya tidak pernah diminta untuk menghentikan tahapan Pemilukada yang sedang berlangsung. “Setiap akhir konsultasi, kami selalu diminta meneruskan tahapan pemilihan,” tuturnya. “Dalam melanjutkan pun kami sebenarnya merasa tidak  nyaman,” jawabnya ketika ditanya oleh Panel Hakim kenapa pihaknya masih saja melaksanakan tahapan Pemilukada padahal masih ada masalah internal yang dihadapi oleh KPU Waropen saat itu.


Pemohon Bingung
Dengan adanya persoalan tersebut, menurut Pemohon, telah merugikan dirinya sebagai pasangan calon dan juga para pendukungnya. “Sebagai kandidat kami dibingungkan dan diresahkan. Kami ini mau dibawa kemana, digiring kemana?“ tanya Pemohon Prinsipal Dorus Wolkum mengungkapkan kekecewaannya.


Sedangkan Pemohon lainnya, pasangan Nehemia Rumayomi-Oktofianus Edwar Tebai menyatakan melalui Kuasanya, bahwa mereka tetap dengan permohonannya. “Kami konsisten dengan permohonan yang kami ajukan,” katanya.  


Adapun Pihak Terkait, melalui Kuasanya menyatakan, persoalan ini hanyalah persoalan internal KPU dan meminta kepada Mahkamah untuk mempertimbangkan hak dasar rakyat yang telah memberikan suaranya dalam Pemilukada pada Tangal 25 Agustus yang lalu. “Itu adalah constitutional rights warga negara,” imbuhnya. 


Akhirnya, sidang pun ditutup oleh Ketua Panel Hakim M. Arsyad Sanusi dengan berpesan untuk menyerahkan bukti selengkap-lengkapnya agar dapat meyakinkan hakim dalam melakukan pembuktian dan memberikan putusan. “Masalah ini akan kami bahas di pleno hakim dan akan dipertimbangkan dalam putusan nanti,” ungkapnya. Sidang selanjutnya adalah pembuktian para saksi dari para pihak, yang akan digelar Kamis (7/10) pukul 09.30 WIB. (Dodi/mh) 


Sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=4601

0 komentar:

Posting Komentar