Selasa, 05 Juli 2011

Tidak Punya Kedudukan Hukum, MK Tidak Dapat Terima Permohonan Bupati Sorong

Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima perkara Sengketa Kewenangan lembaga Negara (SKLN) yang diajukan oleh Bupati Sorong Stephanus Malak terhadap Walikota Sorong J.A Jumame sebagai Termohon. Demikian putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi oleh enam hakim konstitusi pada Senin (20/6).
Dalam pertimbangan hukumnya, salah satu hakim konstitusi menjelaskan Mahkamah berpendapat dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juncto UU MK juncto PMK 08/2006 menyatakan dalam sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, kewenangan yang dipersengketakan atau objectum litis adalah Pemohon mendalilkan dirinya kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945. sebagai lembaga negara yang kewenangannya telah dilanggar oleh Termohon, karena Termohon memperluas wilayahnya dengan cara membangun kantor pemerintahan Termohon di wilayah yang diklaim sebagai wilayah Pemohon. “Apabila dalil Pemohon benar, menurut Mahkamah, permasalahan Pemohon dan Termohon sebenarnya merupakan permasalahan pelanggaran batas wilayah. Jika dikaitkan dengan kewenangan lembaga negara, hal tersebut merupakan kewenangan terkait pengaturan batas wilayah,” ujar salah satu hakim konstitusi.
Menurut Mahkamah, kewenangan mengenai pengaturan (menentukan) batas wilayah bukan merupakan kewenangan Pemerintah Daerah. Hal tersebut dapat dilihat pada: Pasal 18 ayat (5), Pasal 4 ayat (1), Pasal 4 ayat (2) UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. “Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 serta Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Mahkamah menilai bahwa karena batas wilayah ditetapkan dengan undang-undang, yang dalam hal ini pembentukan undang-undang merupakan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, maka kewenangan untuk menetapkan atau menentukan batas wilayah adalah kewenangan pembentuk undang-undang dan bukan kewenangan Pemohon maupun Termohon,” jelas salah satu hakim konstitusi.
Berdasarkan pertimbangan di atas, objectum litis permohonan a quo bukan kewenangan konstitusional Pemohon yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, sehingga meskipun terdapat kemungkinan dipenuhinya subjectum litis (para pihak yang berperkara, red) oleh Pemohon, hal tersebut tidak lagi relevan untuk dinilai. “Menimbang bahwa dengan demikian, mengenai subjectum litis maupun objectum litis permohonan sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara sebagaimana dimaksud Pasal 61 UU MK, Mahkamah menilai Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, sehingga Mahkamah tidak akan mempertimbangkan lebih lanjut Pokok Permohonan Pemohon,” kata salah satu hakim konstitusi.
Dalam konklusi yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, sepanjang mengenai masalah kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, Mahkamah berkesimpulan Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo dan pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan. “Mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tandas Mahfud membacakan amar putusan.(Lulu Anjarsari/mh)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=5491

0 komentar:

Posting Komentar